Rabu, 10 Agustus 2022
Senin, 01 Februari 2021
Pemerintah Segera Rampungkan Peraturan Pelaksanaan UU Cipta Kerja
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (Foto: Dokumentasi Humas Setkab |
Selasa, 13 Oktober 2020
Fokmas Sekadau Minta Mahasiswa dan Masyarakat Kawal Proses RUU Cipta Kerja Sampai Final
Pengurus Fokmas Kabupaten Sekadau. (Foto: Rilis) |
BorneoTribun | Sekadau, Kalbar - Mahasiswa dan masyarakat tetap harus mengawal proses RUU Cipta Kerja ini. Sampai kepada tahap final. Dengan harapan semua sesuai dengan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan sosial bagi masyarakat Indonesia. Hal ini dikatakan Ketua Fokmas, Rahmat kepada awak media, Senin (12/10/2020).
Rahmat menambahkan, mahasiswa jangan sampai mudah terpancing dengan isu-isu yang masih belum jelas akan kebenarannya terutama hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan saat ini, masih menjadi gorengan hangat bagi para oknum yang tidak bertanggung jawab.
RUU Cipta kerja lahir setelah disahkan melalui rapat paripurna yang dilaksanakan gedung DPR RI Senayan, Jakarta. “Banyak pro dan kontra yang terkait mengenai hal itu, mulai dari isu uang pesangon yang dihilangkan serta upah dibayar dengan hitungan perjam dan masih banyak lagi isu-isu yang beredar di sosial media,” ungkap Rahmat.
Sementara, Wakil ketua II Fokmas Sekadau, Dimas, menegaskan bahwa teman-teman jangan suka lempar isu yang tidak benar terkait hal tersebut. Sebab para pengguna media sosial itu bukan hanya dari orang tua tetapi juga dari kalangan anak-anak muda yang sangat mudah sekali menelan informasi mentah-mentah.
“Mahasiswa harus tetap antisipasi diharapkan untuk bisa lebih selektif dalam memilih berbagai informasi dimedia sosial sebab banyak oknum-oknum tertentu yang saat ini sedang memanfaatkan situasi dan kondisi. Ditengah hiruk pikuk masyarakat terkait Omnibus Law Cipta Kerja yang disahkan.” tegasnya.
Ia berharap, selama proses UU Ciptaker ini bisa diperbaiki dan direvisi agar lebih pro terhadap seluruh lapisan masyarakat, dari kelas menengah ke bawah ataupun kelas menengah ke atas. “Bukan hanya pro pada satu kelompok-kelompok tertentu saja,” katanya. (Fokmas)
Unjuk Rasa UU Cipta Kerja, Ketertiban Sosial Harus Menjadi Prioritas Bersama
Hendardi, Ketua SETARA Institute. (Foto: Istimewa) |
BorneoTribun, Komentar Pers - Hendardi, Ketua SETARA Institute menyampaikan 4 point terkait unjuk rasa UU Cipta Kerja dalam ketertiban sosial yang harus menjadi prioritas kita bersama, yakni sebagai berikut:
1. Unjuk rasa adalah artikulasi kebebasan berpendapat yang dijamin UUD Negara RI 1945 dan juga instrumen hak asasi manusia. Oleh karena itu secara prinsip aksi-aksi unjuk rasa yang menolak UU Cipa Kerja adalah sah dan harus dihormati. Akan tetapi, kebebasan itu harus dijalankan dengan tidak melanggar pembatasan-pembatasan yang sudah ditetapkan, seperti larangan melakukan pengrusakan, tidak menimbulkan anarki sosial, tidak mengganggu ketertiban umum dan lain sebagainya. Jika aksi unjuk rasa berpotensi menimbulkan anarki sosial, penegak hukum dan aparat keamanan memiliki kewajiban untuk memastikan pencegahan serta penindakan. Tindakan-tindakan tersebut mesti dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan.
2. Aksi dengan kekerasan yang terjadi di beberapa tempat pada 5-7 Oktober 2020 semestinya memberikan pembelajaran bagi semua pihak untuk menahan diri dalam menyampaikan aspirasinya. Peristiwa awal Oktober tersebut juga menggambarkan bahwa aksi dalam jumlah massa yang besar hampir pasti mengundang conflict enterpreneur untuk memanfaatkan situasi untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
3. Penyebaran informasi terkait rencana aksi lanjutan dengan agenda-agenda yang melampaui dari isu UU Cipta Kerja, di tengah masyarakat telah menimbulkan keresahan dan ketakutan. Aksi unjuk rasa dengan agenda-agenda ekstra konstitusional harus dicegah dengan tindakan hukum yang akuntabel. Percampuran kepentingan dan agenda aksi oleh berbagai komponen masyarakat telah menggambarkan bahwa aksi unjuk rasa yang digelar hari ini memiliki kerentanan lebih luas mengganggu ketertiban sosial.
4. Untuk kembali memusatkan energi penolakan terhadap UU Cipta Kerja, elemen masyarakat dapat menggunakan mekanisme yang tersedia dalam sistem ketatanegaraan kita, yakni menguji pasal-pasal yang kontroversial itu ke meja Mahkamah Konstitusi. Termasuk sejumlah catatan formil yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur pembentukan UU juga bisa diujikan ke Mahkamah Konstiusi
(YK/LB)
Senin, 12 Oktober 2020
Final Naskah UU Cipta Kerja Sebanyak 1.035 Halaman, Ini Penjelasan Sekjen DPR
Foto: Omnibus Law Cipta Kerja (Tim Infografis Fuad Hasim) |
BorneoTribun | Jakarta - Naskah final omnibus law UU Cipta Kerja (Ciptaker) kembali mengalami perubahan halaman. Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI, Indra Iskandar menjelaskan halaman masih berubah karena ada penyuntingan format terhadap naskah UU Cipta Kerja.
"Itu kan tentu kalau merapikan spasi, merapikan huruf, kegeser (halaman) karena kiri kanannya dirapihin lagi. Kan nggak ada yang berubah substansinya," kata Indra saat dikutip BorneoTribun dari Deticom, Senin (12/10/2020).
Menurut Indra, penyuntingan terhadap format dalam naskah UU Cipta Kerja perlu dilakukan. Penyuntingan itu terkait dari ukuran huruf yang terlalu kecil hingga spasi yang dianggap terlalu rapat.
"Ya yang pentingkan substansinya bukan halamannya. Kalau halamannya kan itu format. Format itu memang harus dirapihkan. Kan setelah diketuk kan dilihat lagi kalau hurufnya terlalu kecil, dirapihkan, apa.. spasinya ini dilonggarkan," ujar Indra.
Lebih lanjut, Indra menekankan jumlah halaman bukanlah hal substansi dalam naskah UU Cipta Kerja. Menurutnya, dalam proses penyuntingan draf UU Cipta Kerja, Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) pun turut hadir.
"Ya, sebenernya gini.. ya kalau ngomong substansi ya, sebenarnya bukan soal halaman. Itu kan berapa halaman pun itu kan format. Yang penting substansinya tidak ada yg hilang. Karena kan untuk mengubah format segala macam kan itu semua Kapoksi-kapoksi hadir menyaksikan," jelas Indra.
Menurutnya, tak perlu ada yang dipersoalkan mengenai naskah UU Cipta Kerja yang masih mengalami perubahan halaman usai dirapikan. Indra mengatakan, hal yang tidak boleh dilakukan adalah mengubah isi dari UU tersebut.
"Ya nggak apa-apa halamannya berubah kan itu kan harus rapih. Mau dikirim Presiden jadi undang-undang kan memang harus rapih, harus dicek lagi, kalau yang kemarin-kemarin itu misal terlalu rapat barisnya, terlalu rapat kan nggak ada masalah merapikan itu. Kecuali kalau mengubah isi ya," sebutnya.
Seperti diketahui, Omnibus law UU Cipta Kerja resmi disahkan dalam rapat paripurna DPR RI pada 5 Oktober 2020. Naskah yang disahkan itu memiliki 905 halaman.
Namun ternyata, naskah UU Cipta Kerja masih mengalami penyuntingan format usai diketok di rapat paripurna. Sekjen DPR RI, Indra Iskandar mengatakan naskah final UU Cipta Kerja saat ini terdiri dari 1.035 halaman. Ia mengatakan naskah tersebut yang akan dikirim ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Iya, iya (naskah1.035 halaman itu final)," kata Indra saat dihubungi Senin (12/10). (*)
Link: https://www.borneotribun.com/2020/10/final-naskah-uu-cipta-kerja-sebanyak.html
Tolak Omnibus Law Cipta Kerja, Ribuan Buruh Jakarta Gelar Demo Kawasan Patung Kuda
ILUSTRASI. Para peserta aksi unjuk rasa memprotes RUU Cipta Kerja, berbaris menuju gedung parlemen di kawasan Senayan, Jakarta, 13 Januari 2020. (Foto: dok). |
BorneoTribun | Jakarta - Serikat pekerja tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) kembali menggelar aksi pada hari ini.
Dalam tuntutannya, KSBSI menolak pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-undang (UU) dan mendesak presiden menerbitkan Perppu pembatalan UU Cipta Kerja.
Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban mengatakan, buruh Jakarta yang terlibat dalam aksi ini sekitar 1.000 orang. Titik kumpul aksi di kawasan Patung Kuda.
"Sekarang dipatung kuda, kan tidak dibuka ke istana," katanya saat dikutip borneotribun dari detikcom, Senin (12/10/2020).
Dia mengatakan, aksi ini akan digelar selama 5 hari dari hari ini hingga Jumat (16/10). Aksi tersebut digelar juga di beberapa provinsi.
"Kita dari tanggal 12-16 Oktober estafet di 24 provinsi," sambungnya.
Dalam surat KSBSI disebutkan, aksi tersebut digelar karena usulan buruh dalam pertemuan tripartit tidak diakomodir dalam UU Cipta Kerja. Menurut KSBSI UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan mendegradasi hak-hak buruh jika dibanding UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
Hak-hak buruh yang terdegradasi yakni PKWT atau kontrak kerja tanpa batas, outsourcing diperluas tanpa batas jenis usaha, upah dan pengupahan diturunkan, dan besaran pesangon diturunkan. (*)
Sabtu, 10 Oktober 2020
Presiden Joko Widodo akhirnya buka suara terkait penolakan UU Cipta Kerja yang menimbulkan kericuhan, Apa kata Jokowi?
Presiden Jokowi dalam telekonferensi pers di Istana Bogor, Jumat (9/10) mempersilahkan masyarakat yang tidak puas dengan UU Cipta Kerja untuk mengajukan Uji Materi ke MK. (Foto: Setpres RI) |
BorneoTribun | Jakarta - Presiden Joko Widodo mengungkapkan unjuk rasa di berbagai daerah di Indonesia, terkait penolakan UU Cipta Kerja terjadi karena beredarnya berita bohong (hoaks) di media sosial. Menurutnya banyak masyarakat yang salah mengerti substansi UU ini sehingga ia mempersilahkan kepada berbagai pihak yang tidak puas dengan UU Cipta kerja, untuk mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jika masih ada ketidakpuasan terhadap Undang-Undang Cipta kerja ini silakan mengajukan uji materi atau judicial review melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan seperti itu. Jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silakan diajukan uji materi ke MK,” ungkap Jokowi dalam telekonferensi pers di Istana Bogor, Jumat (9/10).
Pemerintah berkeyakinan bahwa adanya Undang-Undang Cipta Kerja dapat memperbaiki kehidupan pekerja. Hal itu disampaikan Presiden @jokowi, Jumat (9/10), di Istana Kepresidenan Bogor.https://t.co/YOPV8p8boP
— Sekretariat Kabinet (@setkabgoid) October 9, 2020
Pemerintah berkeyakinan UU Cipta Kerja ini bisa memberikan kehidupan yang lebih baik kepada jutaan pekerja dan keluarga mereka. UU tersebut, kata Jokowi, akan membuka lapangan pekerjaan yang sangat dibutuhkan, apalagi di masa pandemi seperti saat sekarang ini.
“Setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru, anak muda yang masuk ke pasar kerja sehingga kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat sangat mendesak. Apalagi di tengah pandemi terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi dan sebanyak 87 persen dari total penduduk pekerja memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah di mana 39 persen berpendidikan sekolah dasar sehingga perlu mendorong penciptaan lapangan kerja baru khususnya di sektor padat karya,” jelasnya.
Presiden @jokowi memberikan keterangan pers terkait UU Cipta Kerja, Jumat (9/10) sore.
— Sekretariat Kabinet (@setkabgoid) October 9, 2020
Jadi, apa saja nih fakta-fakta seputar UU Cipta Kerja itu? Simak di sini, yuk! pic.twitter.com/OVRxevRAOJ
Dalam kesempatan ini, Jokowi juga meluruskan beberapa hal terkait klaster ketenagakerjaan yang salah kaprah di mata masyarakat. Jokowi menegaskan bahwa Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten/Kota, Upah Minimum Sektoral Provinsi, Upah Minimum Regional tidak dihapus. Selain itu, ia juga membantah kabar yang beredar bahwa upah minimum akan dihitung per jam.
“Ini juga tidak benar. Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil,” katanya.
Terkait adanya penghapusan berbagai macam cuti, Jokowi menegaskan, itu juga tidak benar.
“Kemudian adanya kabar yang menyebutkan bahwa semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Saya tegaskan juga ini tidak benar. hak cuti tetap ada dan dijamin,” paparnya.
Presiden Jokowi: Tidak Benar bahwa Amdal Akan Dihapushttps://t.co/lux3974sDN
— Sekretariat Negara (@KemensetnegRI) October 9, 2020
Foto: Lukas - Setpres pic.twitter.com/igtJigfnMZ
Mantan Wali Kota Solo ini juga menjamin dalam UU Cipta Kerja ini, perusahaan tidak bisa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak, dan jaminan sosial tidak akan hilang.
“Ada juga berita mengenai UU Cipta kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan. ini juga tidak benar karena yang diatur hanyalah pendidikan formal di kawasan ekonomi khusus (KEK). Sedangkan perizinan pendidikan tidak diatur di dalam UU cipta kerja ini apalagi perizinan untuk pendidikan di pondok pesantren. Itu tidak diatur sama sekali dalam UU Cipta kerja ini dan aturannya yang selama ini ada tetap berlaku,” jelasnya.
AMDAL Tidak Dihapus
Isu lain yang menjadi sorotan dalam UU Cipta Kerja ini adalah kabar bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) akan dihapuskan. Sekali lagi, Jokowi menegaskan, itu tidak benar. AMDAL, menurutnya, akan tetap menjadi persyaratan untuk mendirikan sebuah usaha.
“Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah mengenai dihapusnya AMDAL. Itu juga tidak benar. AMDAL tetap ada bagi industri besar harus studi AMDAL yang ketat, tetapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan,” katanya.
UU Cipta Kerja Tidak Berpihak Kepada Pengusaha Besar
UU ini, katanya, mempermudah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam memperoleh izin mendirikan usaha. Selain itu, pendirian perseroan terbatas (PT) juga dipermudah dengan tidak adanya lagi pembatasan modal minimum.
“Pembentukan koperasi juga dipermudah. Jumlahnya hanya sembilan orang saja koperasi sudah bisa dibentuk. Kita harapkan akan semakin banyak koperasi koperasi di tanah air. UMK usaha mikro kecil yang bergerak di sektor makanan dan minuman, sertifikasi halalnya dibiayai pemerintah, artinya gratis,” paparnya.
Dengan menyederhanakan berbagai macam perizinan investasi dan pendirian usaha ini, Jokowi yakin potensi terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan pungutan liar akan berkurang secara signifikan.
Jaminan Kepemilikan Tanah Masyarakat
Keberadaan Bank Tanah dalam UU Cipta Kerja ini, menurut Jokowi, juga sangat baik, karena akan menjamin kepemilikan lahan masyarakat.
“Bank tanah ini diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional pemerataan ekonomi dan konsolidasi lahan serta reforma Agraria. Ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah, kepemilikan lahan dan kita selama ini tidak memiliki Bank tanah,” imbuhnya.
UU Cipta Kerja Percepat Transformasi Perekonomian
Jokowi juga yakin, UU Cipta Kerja bisa membantu Indonesia untuk melakukan reformasi struktural dan mempercepat transformasi ekonomi sehingga kelak bisa menjadi negara dengan predikat middle income trap.
“Dalam UU tersebut terdapat 11 klaster yang secara umum bertujuan untuk melakukan reformasi struktural dan mempercepat transformasi ekonomi. Adapun klaster tersebut adalah urusan penyederhanaan perizinan, urusan persyaratan investasi, urusan Ketenagakerjaan, urusan pengadaan lahan, urusan kemudahan berusaha, urusan dukungan riset dan inovasi, urusan administrasi pemerintahan, urusan pengenaan sanksi, urusan kemudahan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, urusan investasi dan proyek pemerintah serta urusan kawasan,” pungkasnya. (YK/VOA)